Monday, January 30, 2006

Topeng

Topeng
Cerpen Hayat

Tanggal 30 Januari 2006 / 30 Dzulhijah 1426 H. Jam 00.01 WIB.

Seperti biasa aku menutup hari ini dengan duduk di depan cermin. Seperti biasa pula bukan wajahku yang nampak, tetapi topengku yang menjengul. Malam ini, kalau kuhitung, sudah yang ketujuh ribu lima ratus kalinya aku melakukan ritual ini. Setiap malam menjelang tidur, aku mengevaluasi hari yang telah kulewati dan membahas strategi untuk menghadapi hari berikutnya dengan topengku. Mungkin kedengarannya gila dan tak masuk akal, tapi itulah yang terjadi. Karena sudah menjadi kebiasaan, aku tidak merasa aneh dan takut lagi. Kulit tubuhku juga tidak berasa senyar seperti kali pertama bertemu dengannya. Ya. Aku menggeriap ketika pertama kali berhadapan dengannya. Waktu itu umurku baru sebelas tahun lewat satu hari. Dia muncul tiba-tiba ketika aku gelisah tidak bisa tidur. Pikiranku diracuni kejadian siang sebelumnya. Siang itu kami berkumpul bersama teman-teman sebayaku bermain pengantin-pengantinan. Lulu -salah seorang yang paling tua- mengatur siapa menjadi apa. Kali ini aku hanya kebagian peran jadi pengatur hidangan yang akan disiapkan. Tugasku hanya menyiapkan potongan-potongan genteng yang nanti akan dijadikan piring. Juga mencari air, daun-daun dan bunga yang beraneka warna untuk dipotong atau digerus. Semuanya lalu dikumpulkan,dipilah-pilah dan pura-pura dijadikan makanan untuk hidangan resepsi. Dengan bersungut-sungut kuterima tugas itu. Aku sedikit kesal dan sakit hati tidak mendapat peran utama. Pengantin perempuan adalah simbol kecantikan. Aku tidak terpilih karena Lala – adiknya Lulu, anak perempuannya Pak Lurah – ikut bermain bersama. Biasanya akulah yang selalu ditunjuk jadi pengantinnya. Dan itu merupakan suatu kebanggaan. Mahkotanya memang hanya terbuat dari daun nangka yang disambung-sambung dengan lidi. Kursi pelaminannya juga hanya disusun dari bongkahan batu-bata. Tetapi begitu menyenangkan. Apalagi waktu bibirku dipoles lipstik -merah terang- warna kesayanganku, wow! Bayangkan saja kau dilarang untuk melakukan sesuatu tetapi kau dapat melakukannya tanpa merasa bersalah melanggar larangan itu. Ya. dirumah aku dilarang dan tidak boleh memakai lipstik. Tentu saja jangan membayangkan aku dipoles dengan lipstik jenis matte atau lipbalm yang punya berbagai rasa seperti yang ada sekarang. Yang penting gonjreng aja. Malah kadang-kadang lipstiknya belepotan di gigi. Ada satu lagi yang tidak bisa kulupakan. Setiap kali di gandeng Tommy- si mempelai pria - yang gagah, dentuman jantungku begitu gaduh. Itulah yang membuat kekesalanku berkembang biak, meraksasa, dan memenuhi setiap jengkal pikiranku. Gericau burung hantu yang biasanya seperti menyanyikan lullaby buatku, tidak mampu memikat rasa kantukku. Gelap malam pun, tidak jua mampu menaklukkannya. Kekesalan menggeramus rasa nyaman. Memberi jalan bagi pikiran-pikiran buruk bergentayangan. Aku penasaran. Perlahan aku bangkit dari tempat tidur dan duduk di depan cermin. Mengamati wajahku dengan seksama. Dari sisi kiri, sisi kanan, ataupun dari depan rasanya tidak ada yang berbeda. Bahkan kulihat wajahku makin cantik, bukan berkurang. Jauh melebihi kecantikan Lala, seperti yang biasa orang-orang katakan. Lalu mengapa hari ini mereka merampas peran yang biasa aku lakukan? Merampas rasa bahagiaku, kebanggaanku! mencampakkan dan tidak mengakui kecantikanku. Mengapa kebahagiaan harus berakhir? Hanya karena Lala adiknya Lulu? Hanya karena Lala anak Pak Lurah? Mengapa temanku juga tidak memprotes sebagai wujud solidaritas? Kehilangan kejujurannya ketika harus berhadapan dengan penguasa? Mengapa aku juga takut dan hanya mengumpat dalam hati?. Gigiku bergemerutuk menahan emosi. Tangan mungilku mengepalkan tangan. Bergetar. Ingin rasanya kupukul cermin di depanku. Tetapi tiba-tiba,
“Jangan gundah gadis cantik! aku akan membereskan masalahmu.“ Sebuah topeng muncul mengagetkanku. Beberapa menit kemudian, setelah kulalui ketegangan, ketakutan, hampir terpental dari kursi, akhirnya aku bisa menguasai diri dan berani menatap-nya.
“Si..si…siapa kau!” Aku masih tergagap
“Aku dewa penyelamatmu. Aku dewa pembuat topeng!“ katanya tenang. Wajahnya tak seburuk yang aku kira.
“Perlu cara khusus agar kamu bisa dipandang dan tetap selamat di tengah masyarakat yang gila tetapi mereka tidak menyadarinya.“ katanya lagi. Aku terdiam sebentar lalu membantah.
“Aku hanya gadis kecil yang ingin mendapat peran utama jadi pengantin. Merampas peran itu, berarti tidak mengakui kecantikanku. Cantik adalah kata paling indah dalam kamus perempuan. Jadi jangan pernah mengatakan kepada perempuan bahwa dia tidak cantik. Apalagi tidak mengakui perempuan yang memang sudah cantik. Itu yang paling membuat aku kesal. Biarlah semua aku hadapi sendiri. Aku tidak membutuhkan saranmu“
“Wah, kau keras kepala juga. Pemikiranmu juga kelihatannya lebih tinggi dari tinggi badanmu “
“Itu tidak penting! tapi menurutmu aku cantik kan? “
“Ya! Ya. Sangat cantik malah, “ Sambarnya. Aku mulai agak tertarik.
“Ok, aku tidak keberatan berbicara denganmu.“ Jawabku kali ini agak ketus. Menjaga gengsi, padahal aku mulai senang mengobrol dengannya karena dia menyebutku cantik.
“Coba teruskan ceritamu. “
“Begini, aku mendengar kekesalan dan keluh kesahmu. Tidak mudah memang hidup di jaman sekarang ini. Nabi-nabi yang bisa dimintai konfirmasi tentang kebenaran sudah tidak ada. Kita tidak tahu kepada siapa harus percaya saat ini. Begitu mudah orang melalaikan janji. Begitu mudah orang berubah pikiran, menggadaikan moral mengikuti tuan yang sedang berkuasa. Padahal mereka rajin ke Mesjid, ke Gereja, ke Pura ataupun Vihara. Kitapun tidak punya keberanian untuk menjadi diri sendiri. Apa yang biasa orang banyak lakukan kita telan mentah-mentah sebagai kebenaran. Ketika kita kehilangan kepercayaan diri, amatlah mudah kita terpukau dan gampang sekali kita dihipnotis. Kita atau masyarakat yang sedang terhipnotis akan sangat susah menegakkan kebenaran. Bukan. Bukan dihipnotis dengan tepukan tangan, menepuk pundak atau mantra, tetapi dengan siasat dan tipu daya yang modern dan canggih. Bisa disusupkan dalam ekonomi pasar, di samarkan dalam demokrasi, menggunakan isu hak asasi manusia, feminisme, kediktatoran dan lain-lain. Nilai-nilai dan prinsip hidup yang kebenarannya sebenarnya sangat mudah di deteksi keasliannya dengan hati, di tarungkan dengan logika, pragmatisme dan tujuan jangka pendek. Setelah menemui jalan buntu, pada akhirnya nilai-nilai dan prinsip hiduplah yang harus dipaksa kompromi. Semuanya dipaksa untuk mengikuti dan menjadi budak sesuatu yang lebih kuat. Hukum rimba – hukum yang sejatinya hanya cocok untuk para binatang, dipakai acuan untuk menjadi hukum universal di dunia ini. Akibat kompromi dengan hukum rimba ini, cara pandang masyarakat pun berubah. Tergantung apa yang diinginkan si tuan yang kuat. Ketika kapitalisme dijajakan dan mempesonakan kita, pemilik materi yang paling berlimpah itulah raja dan pemenangnya. Akibatnya banyak orang berlomba-lomba menjadi kaya. Tidak salah sebetulnya, tapi kalau mencapainya dengan hantam kromo, meninggalkan sisi mulianya, menghilangkan moralitasnya, semua itu hanya akan menghasilkan koruptor-koruptor dan penjilat-penjilat baru. Cara pandang orang telah digiring untuk menghormati orang-orang kaya daripada orang-orang yang mulia. Mungkin matamu akan menganggap gagak itu burung yang indah. Gagah. Tapi tidakkah hati kecilmu merasa jijik karena dia memakan bangkai-bangkai ?“
“Stop! stop! Aku tidak mengerti apa maksudmu,“ teriakku.
Dia menukas dan menghardikku, “Dengarkan dulu! anggap saja ini dongeng sebelum tidur gadis cantik. Dongeng Ratu Shima sudah lama dilupakan orang.“ Aku mengangguk mengiyakan karena dibilang cantik. Juga takut, karena dia nampak geram ketika menceritakannya.
“Itulah kenyataan yang terjadi gadis cantik. Tidak henti-hentinya orang yang kuat memaksakan kehendaknya. Kalau tidak mempan dihipnotis, disiapkanlah jurus yang lain untuk mereka yang menghalangi jalannya, yaitu : teror!. Dengan uang dan kekuasaanya, teror bisa dijalankan dimana saja. Jangankan satu orang, sebuah negarapun bisa diteror. Dalil dan dalih akan dicari untuk membenarkan perbuatannya. Bahkan kalau perlu membeli dalil dari pemuka agama. Supaya tidak ketahuan belangnya, bisa juga memakai siasat lempar batu sembunyi tangan “
“Stop! Stop! apa hubungannya denganku?“
“Sabar bidadari cantik. Tolong dengarkan dulu, nanti kamu juga akan mengerti,” Dia diam sejenak. Mungkin memikirkan cara untuk memberitahuku dengan lebih mudah. Tak sampai satu menit, kemudian dia memberiku pertanyaan,
“Kamu gelisah karena peranmu di rampas bukan?”
“Iya”
“Kamu takut diabaikan orang bukan?”
“Iya”
“Takut adalah sebuah pengetahuan yang tidak lengkap. Karena ketidakjelasan. Kamu takut harimau karena kamu tidak punya pengetahuan yang lengkap tentang harimau. Kamu hanya mendapat pengalaman atau informasi, entah itu dari cerita atau hanya melihat fisiknya saja bahwa harimau menyeramkan, taringnya besar-besar, tidak sungkan makan orang. Tetapi kalau pengetahuanmu sudah selengkap pawang atau pelatih harimau di sirkus, wah, dia akan rela mengikuti perintahmu. Jadi lupakan takut dan gelisahmu, turutilah apa saranku dan aku jamin kamu bisa menjadi apa yang kamu inginkan ditengah cara pandang masyarakat yang jumpalitan “
“Be..be..benarkah?“ aku mulai terpikat ceritanya
“Ya. Bahkan dengan kecantikan yang kamu miliki dan sedikit saran dari aku. Tommy pasti akan jatuh cinta kepadamu “
“Ha…!” aku melongo. Dia mengangguk pasti, kemudian menatapku dan bilang,
“Syaratnya mudah. Tidak perlu pakai sesajen atau tumbal. Kamu cuma harus memakai topeng-topengku setiap hari, kemudian malamnya kita bisa bertemu mengatur strategi untuk keesokan harinya. Dan topeng ini akan lengket di wajahmu “
“ Tapi tidak mengurangi kecantikanku kan? “ aku sedikit ragu.
“ Tidak. Hanya akan sedikit membuatmu kecanduan. “ Aku masih ragu dan gemetar, tapi bayangan Tommy yang ganteng dan teman-temanku yang akan berdecak kagum memuji kecantikanku menuntunku berkata : “ OK, kita sepakat .“
Dia mengangguk dan tertawa senang.
“Bagus bidadari cantik. Pejamkan wajahmu. Aku akan memasang topeng ‘sexy trendy jinak-jinak merpati ‘. Akhlaq yang baik dan keluguan sudah bukan menjadi dasar utama bagi seorang laki-laki memilih perempuan. Cara pandang seperti ini sudah terpental. Terjerembab dan kalah. Tidak kuat menahan gempuran cara pandang ‘modern’ dari barat yang meredefinisi kata ‘perempuan menarik’ menjadi cantik, sexy, kaya, dan trendy. Untuk menjadi menarik harus mengikuti standar industri kecantikan, bukan standar agama. Gila memang! Bahkan kerelaan membuatkan teh sebagai rasa sayang dan hormat kepada suami bisa dipelintir jadi isu bahwa istri di manfaatkan suami. Perempuan penurut dicela sebagai perempuan bodoh dan semua laki-laki dianggap tiran. Jadi kamu harus pintar membaca situasi, mengikuti trend yang ada, memanfaatkan kesempatan dan menjaga apa yang telah kamu dapat “
“Ya..ya,“ aku menganguk pelan meskipun tidak mengerti apa yang diomongkan. Yang ada dipikiranku hanyalah agar aku lebih cantik dan semua orang mengakuinya. Dan si raja topeng itu bisa menyakinkanku. Setelah memakai topeng dan diberi resep untuk memikat Tommy. Aku tidur nyenyak sekali malam itu. Benar saja, tak sampai dua minggu kemudian Tommy bertekuk lutut di hadapanku. Tentu saja dengan topeng penampilan yang diselaraskan. Juga sedikit rekayasa agar teman-temanku menyebarkan berita bahwa aku perempuan hebat yang pantas dipilih dan sedikit bohong disana-sini. Topengku begitu memukaukan, hingga teman-temanku silau dan berdecak kagum. Mereka justru menghargaiku ketika aku memakai topeng. Aku ketagihan. Rasa nikmat memperdaya akal sehatku. Memukulnya sampai idiot. Satu kebohongan akan menyeret kebohongan yang lain. Satu rekayasa harus diikuti dengan rekayasa yang lain untuk menyakinkan orang dan menutupi malu. Dan kalau sudah begitu, yang bisa menyelamatkan hanya si topeng. Si raja topeng selalu bisa menundukkan dan mengusir rasa bersalahku dengan mengatakan bahwa bukan aku yang salah. Keadaanlah yang memaksaku melakukan hal itu. Lambat laun ketergantunganku terhadap topeng semakin akut. Aku tidak merasa bersalah lagi melakukan itu semua dan bahkan memuja-muja dirinya karena menghasilkan kesuksesan bagiku. Topeng “memikat dan menyogok guru” mengantarku lulus sekolah dan kuliah dengan nilai yang tidak terlalu jelek. Topeng “menjilat atasan” membuat aku gemilang di karir. Topeng “menyunat hak orang” dan mengumpulkan “ dana abadi “ menjadikanku kaya raya. Topeng “ berderma mengail bala” membuat citra ku di masyarakat tetap terjaga. Dengan uang yang aku miliki aku bisa leluasa berbuat apa saja di negeri ini. Akupun mulai bosan dengan Tommy suamiku. Dan si raja topeng lagi-lagi punya solusinya. Dengan memproduseri suatu film atau sinetron aku bisa memaksakan kehendakku untuk jadi bintang utama dan memilih laki-laki yang aku sukai. Dengan bantuan skenario, aku bisa menciumnya, memeluknya tanpa takut direndahkan orang atau kehilangan martabat didepan umum. Malah aku dipuja-puja. Aku juga bisa membujuknya untuk berbuat lebih jauh dengan dalih menghayati peran ataupun demi seni. Kalau itu tak mempan, aku bisa membuat private party. Kubuat semuanya mabuk hinga punya alasan bahwa yang aku lakukan bukan kesengajaan. Toh masyarakat sudah apatis dan memakluminya. Aku tidak tahu apakah masyarakat yang bodoh atau nggak berani. Kenyataannya tujuanku yang ingin menikmati brondong-brondong muda yang menggairahkan, memanjakan nafsu purba dan menyamarkan hasrat cabulku bisa terlaksana. Aku heran bagaimana aku bisa melakukan hal-hal yang kotor dengan bebas di negara yang menempatkan Ketuhanan pada sila pertamanya. Aku bisa bebas berbuat tidak manusiawi kepada manusia dinegara yang juga mencantumkan keadilan sosial di dasar negaranya. Aku bisa bebas melanggar norma-norma agama di tengah-tengah bangsa yang mengaku agamis. Aku tidak habis pikir bagaimana orang rela menjual negara demi sebuah fee atau komisi. Membabat hutan, Mengeruk habis hasil tambang, tidak peduli anak cucu. Memonopoli suatu usaha tapi tidak becus mengelola dan mengaku rugi terus. Apa yang ada dibenak mereka ketika mereka melakukan hal itu? Mengapa rasa bersalah tidak mengejar-ngejarnya? Mengapa masyarakat membiarkannya? Apakah masyarakat semuanya munafik dan pengecut seperti aku? Kalau ketidak adilan begitu mudah terjadi di tengah masyarakat yang mengaku agamis? Kalau tidak ada teladan dari pemeluknya? Kalau masing-masing cuci tangan ketika ketidak adilan terjadi? Bagaimana kita bisa mengharapkan seseorang menghormati agama? Bisa-bisa malah orang semakin membenci agama karena tingkah laku pemeluknya. Tiba-tiba tubuhku gemetar lagi. Nyaris pingsan. Padahal aku sudah ahli mengatasi rasa bersalah. Tapi lagi-lagi topengku selalu bisa menenangkanku. Dan aku bisa dengan mudah melupakan pikiran-pikiran itu, ‘Kamu tidak harus mengurus orang lain karena keluarga dan kroni-kronimu adalah yang paling penting.’ Begitu si raja topeng menenangkanku. Begitulah aku menjalani hidupku dengan mewah. Berkelas. Dan masuk pergaulan elit negeri ini sampai sekarang. Tapi pengalaman sore ini mencuci otakku. Aku berjumpa pengalaman yang mencengangkan. Sayup-sayup maghrib tadi aku dengar pembantuku yang baru marah-marah di telpon. Ketika aku datang menghampirinya, dia buru-buru menutup telepon. Menjura dan takut-takut berkata : “Maaf nyonya, saya agak lama memakai telpon, “
“ Ngak pa-pa kok, ada apa kok kamu marah-marah? “
“ Ee.ee. itu nyonya, Parman mengajak saya nonton “
“ Lho.. kerjaanmu khan sudah selesai, “
“ Iya..tapi saya tidak senang dia menelpon waktu sholat maghrib begini. Saya juga nggak mau diajak nonton karena sudah malam. Makanya saya damprat dia. Saya takut berdosa nyonya. Saya bisa mati sewaktu-waktu. “
Deg ! omongan Parmi menghantam bathinku.
“Ya sudah, kamu kembali kekamarmu sana“
Aku terduduk di sofa. Hati nuraniku yang berpuluh-puluh tahun koma dihajar topeng-topengku, mulai menggeliat bangun. Pendidikanku sangat tinggi. Statusku VVIP, Kekayaanku bisa untuk membeli pulau, Tapi apakah aku lebih mulia daripada Parmi? Apakah derajatku lebih tinggi dari pada kucing? sedangkan Kucing masih malu mencuri kalau ada orang. Tubuhku bergetar hebat. Diam-diam kuambil belati di dapur. Kusiapkan untuk menikam si raja topeng. Rinduku pada wajahku sendiri begitu membuncah. Aku ingin melakukan sesuatu yang berarti dalam hidup ini. Aku tidak mau mati memakai topeng. Aku takut nanti Malaikat tidak mengenaliku. Aku ingin hijrah dari kegelapan, meskipun disana aku menjadi ratu. Dan kesempatan itu tiba. Malam ini topengku sudah terkantuk-kantuk dan kelelahan setelah mengajari aku jurus-jurus untuk besok pagi. Pelan-pelan kuambil belati dari balik pinggangku dan secepat kilat kutancapkan tepat di mata kanan topengku. Sejenak topengku kaget, lalu menggelepar di lantai. Dengan tangan yang masih gemetar, kukelupas satu per satu topeng-topeng yang menutupi dan lengket di wajahku. Bagaikan luka yang ditaburi garam. Rasanya perih sekali. Dan sebagian wajahku ikut hilang.

***

“ Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1427 H , may this year bring joyfull for all of us and all of our effort is blessed by Allah SWT “

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com

Tuesday, January 10, 2006

Daun

Daun
Cerpen Hayat

“ Mas matiin dong Hpnya ! “ Rajuk Katrin yang melihatku mondar-mondir menerima telepon. Padahal sinyal dalam kamar hotel ini kuat sekali. Tapi memang kalau sudah kebiasaan agak susah mengubahnya. Seperti halnya kebiasaanku yang selalu memanggil dan meminta Katrin untuk menemaniku setiap kali aku ke dinas ke Jakarta.
“ Kalau sibuk telepon-teleponan terus ya, aku pulang saja ! “ protesnya sambil mengusapkan glossing serum ke ujung-ujung rambutnya. Mengurutnya perlahan-lahan hingga rata tapi berhati-hati sekali supaya tidak mengenai kulit kepalanya. Membuat rambutnya lebih bercahaya setelah kusam di panggang alat pengering rambut Sementara wangi campuran bunga-bunga segar sudah menyebar dari tubuhnya begitu dia keluar dari kamar mandi beberapa saat yang lalu. Wangi parfumnya selalu bisa membuatku turun pitam, mengurangi stress tapi sekaligus juga menaikkan laju adrenalinku. Beberapa saat kupandangi wajah berbentuk mirip hati itu.
“ Dari istriku. Biasa, inspeksi rutin “ Kataku sambil meletakkan hp di meja dan menuangkan kopi dari coffe maker. Suatu kebiasaan juga setiap kali aku keluar kota, pasti istriku akan menelpon menanyakan aku sedang dimana dan sedang apa. Kemudian melaporkan setiap perkembangan di rumah.
“ Daun, anak perempuanku yang masih berumur satu tahun rewel terus katanya “ Lanjutku sambil menyobek sachet gula, menuangkan ke cangkir kopi dan mengaduknya.
“ Tumben dia rewel di tinggal ayahnya “ gumamku lagi sambil menggeser kursi ke dekat kursi yang diduduki Katrin. Katrin hanya diam. Mungkin masih ngambek. Kali ini tangannya sibuk membetulkan dan mengencangkan tali piyama. Tubuh mungilnya tenggelam, terbalut piyama yang memang terlalu besar
“ Kangen mungkin, sama papanya “ Akhirnya Katrin bereaksi. Tangannya mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.
“ Katanya anak perempuan punya ikatan bathin yang kuat dengan papanya “ lanjutnya sambil menghisap nikotin pertamanya.
“ Mungkin saja. Soalnya dengan akulah dia biasa bermain-main. Istriku memang over protektif. Meskipun waktu dan tenaganya habis untuk mengurus rumah dan segala macam. Tapi semua kegiatan anakku tidak pernah lepas dari pengawasannya. Mungkin dia tidak nyaman dilarang ini itu. Jadi Daun lebih dekat dengan aku, padahal dia lebih sering bersama ibunya “
“ Orang kaya seperti mas nggak punya pembantu ? “ Katrin memotong pembicaraanku . Dia mengernyitkan alis dan dahi. Heran.
“ Ya, Sebenarnya kami bisa mencari pembantu sebanyak yang kami perlu, tapi istriku tidak rela anaknya dibesarkan oleh pembantu. Dia trauma. Adiknya yang masih kecil tenggelam dan meninggal di kolam renang rumahnya beberapa tahun yang lalu. Pembantunya yang asyik melihat telenovela tidak menyadari ketika si anak menyelinap keluar dan tercebur ke kolam renang. Sejak saat itu dia tidak percaya lagi terhadap pembantu. Dia meminta izinku untuk berhenti bekerja dan seratus persen ingin jadi ibu rumah tangga ketika Daun lahir. Aku menghormati keputusannya. Sungguh, aku sebenarnya tidak keberatan dan justru mendorong dia agar mengambil S2 atau bekerja lagi. Tapi … tampaknya dia menikmati sekali jadi ibu rumah tangga. “
Aku berhenti sebentar, menyeruput kopi dan bicara lagi, “ Jujur saja, sampai sekarang aku juga belum bisa mengerti keputusan yang diambil istriku. Bagaimana istriku memilih meninggalkan karir yang bagus. Memilih repot mengurus anak dan rumah tangga sendiri. Letak bahagianya dimana ? Dengan uang yang aku miliki, sebenarnya dia tidak perlu susah seperti itu. Dengan uangku dia bisa melakukan segalanya. Ya. Melakukan apa saja yang bisa membuatnya bahagia. “
“ Dunia memang aneh mas. Banyak ironi. Yang dikasih uang banyak, tidak mau melakukan apa saja, sedangkan aku harus melakukan apa saja untuk mendapatkan uang. Karena dengan uanglah aku yakin bisa bahagia. Karena dengan uanglah aku bisa melakukan sesuatu yang aku inginkan. Meskipun untuk mendapatkan uang yang banyak, kadang-kadang aku harus melakukan sesuatu yang aku tidak suka “
“ Termasuk tidur dengan orang tua seperti aku ? “ kupandang mata Katrin tajam.
“ Jangan tersinggung mas. Sumpah ! Aku suka menemani mas dan menikmatinya. Aku bahkan merasa tidak seperti pelacur ketika bersama mas, karena aku tidak pernah diperlakukan sebagai seorang pelacur. Aku berterimakasih masih ada orang yang menghargai pelacur “ Katrin bangkit dari kursi. Membuka kulkas, mengambil es batu, menaruhnya dalam gelas, dan menuangkan chivas.
“ Aku malah kagum dengan keputusan istri mas “ Katanya sambil meneguk chivas nya. Aneh, dia tidak menyentuh wine di meja. Kutangkap isyarat ini sebagai keengganan mendengar ceritaku.
“ Kalau kamu keberatan aku menceritakan keluargaku, kita bisa ganti topik pembicaraan“
Tapi , “ Tidak mas. Teruskan saja. Aku mendengarnya “ Katrin tersenyum.
“ Kenapa kamu kagum dengan istriku ? “ Tanyaku heran,
“ Aku kagum karena orang sepinter dan sekaya istri mas, masih mau melakukan tugas-tugas rumah tangga, dan membesarkan anak sendiri. Terus terang, pilihan menjadi ibu rumah tangga bukanlah suatu pilihan populer. Malah, cenderung dianggap kuno dijaman modern seperti sekarang ini. Wanita karir lah yang dianggap hebat dan sukses. Banyak sekali pengikut kepercayaan ini. Uang dijadikan orientasi dan tolok ukur keberhasilan atau kesuksesan seseorang. Pekerjaan ibu rumah tangga yang mulia dan super berat justru terdegradasi. Bahkan oleh perempuan sendiri. “
“ Kalau saja istriku lebih rasional dan tidak terbelenggu oleh keyakinannya, pastilah dia sukses kedua-duannya. Cemerlang di karir dan berhasil mendidik anak. Aku yakin sekali akan kemampuannya. Menurutku, trauma dan keyakinannya lah yang memasung dan menjebaknya ke dalam labirin rutinitas. Mengawasi anaknya menjadikannya ekstase dan melupakan kegiatan-kegiatan menyenangkan yang lain. Sangat berbeda dengan aku yang rasional, realistis, dan pemuja logika. Menurutku, keyakinan terhadap sesuatu bisa salah, seperti halnya anak kecil yang percaya bahwa setiap kali dia mengedipkan mata, maka pada saat itu seluruh dunia sedang mati lampu. Semuanya harus didasarkan pada logika. Aku juga tidak mengerti mengapa istriku juga tak bergeming untuk meniru gaya hidupku yang glamour. Dia lebih suka tinggal dirumah mengawasi Daun daripada ke pesta-pesta yang diadakan kolegaku. Bukankan lebih menyenangkan dan membahagiakan berkumpul dengan orang-orang terkenal. Kita bisa membangun jaringan bisnis & dikenal dimana-mana. Aku akui dia selalu mendukung apa yang aku lakukan, tapi tidak jarang dia menasehatiku agar lebih meluangkan waktu untuk keluarga. Aku dimintanya untuk tidak menggadaikan seluruh waktuku buat kantor meskipun dia bersyukur akan kedudukanku dan penghasilan yang kuperoleh. Dan aku selalu bisa menenangkan istriku dengan mengatakan bahwa aku bekerja sekeras ini juga untuk dia dan Daun. “
“ Mas mungkin benar, tapi menurutku istri mas juga nggak salah. Ketika dia mencintai seseorang, kehilangan dengan cara yang menyedihkan dan mendapatkan seseorang lagi untuk dicintai, pastilah dia akan menjaga mati-matian agar tidak kehilangan dengan cara yang sama. Orang akan bahagia apabila merasa sudah berbuat sesuatu yang berguna bagi selain dirinya. Seperti halnya aku yang pernah merasakan pahitnya jadi orang miskin. Setiap kali hatiku seperti teriris mendengar adik-adikku menangis bilang lapar-lapar. Dan di ulang tahunku yang ke 17, aku bahagia sekali bisa membelikan kentucky fried chicken buat mereka, tak peduli, meskipun uangnya kudapat dari hasil menjual keperawananku. Aku bahagia sekali bisa melihat senyum adik-adikku. Kelangsungan hidup keluargaku lebih berarti dari pada keperawanan, mahkota dan simbol harga diriku. Aku melacur untuk hidup. Makanya aku mengutuk perempuan yang menjual tubuhnya demi pulsa telepon, demi gengsi, demi dianggap modern, karena takut kehilangan pacarnya dan alasan-alasan bulls..t lainnya. Bagiku mereka adalah perempuan-perempuan cengeng sontoloyo. Manusia-manusia tidak punya karakter dan kepribadian. Orang-orang dungu yang harus dibasmi. Meskipun wangi, tapi mereka adalah sampah yang wajib didaur ulang “ Katrin tampak geram. Tangannya mengepal , dan,
“aku akan berhenti melacur begitu modalku sudah cukup untuk usaha yang halal dan bisa menghidupi adik-adikku dengan layak. Aku yakin Tuhan akan memaafkanku. Tidak seperti mereka yang mengaku orang baik-baik dan mencintai Tuhan tetapi bisanya hanya mengumpat, menuduh kami malas bekerja dan menstempel muka kami dengan stigma sampah masyarakat. Tetangga yang mengirim lezatnya aroma makanan, tetapi tidak pernah membagi dan peduli pada penghuni kanan kirinya yang kelaparan. Apakah bersedekah harus dengan melihat agama,kerabat, partai, kelompok atau golongannya saja ? Apakah yang disebut mencintai Tuhan diukur dari seberapa sering dia ke tempaht ibadah , memakai baju dan assesoris yang dikenakan nabi, pendeta, atau kepala biara mereka ? Bagiku orang yang paling terpuji diukur dari seberapa besar dia bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana dia memperlakukan hamba Tuhan yang lain dengan tulus dan semestinya. Dan orang yang terpuji pastilah bahagia. Niat dan tujuan lah yang akan menentukan. Tuhan tidak mungkin tertipu dan tidak mungkin bodoh dalam menilai perbuatan hambanya. Tuhan pasti juga senang melihat apa yang istri mas lakukan“
Bunyi ring tone : Lady – lagunya Modjo – menyela pembicaraan kami. Dari sekretarisku di kantor minta approval.
“ Ok ! Go head. Put it on my desk. I will sign it later on. “ jawabku pendek mengakhiri pembicaraan setelah memujinya karena malam-malam masih di kantor. Tidak lupa juga menyuruhnya agar segera pulang. Katrin tampak tidak senang obrolannya di ganggu bunyi telepon. Tapi dia diam saja dan mencoba tenang.
“ Sorry “ Kataku sambil menatapnya dan menggengam tangannya erat. Katrin diam saja. Melepaskan tanganku dan meraih remote control . Mengganti saluran ke fashion tv.
“ Aku hanya tidak ingin ada yang mengganggu saat-saat berdua seperti ini mas “ Gantian dia yang menatapku. Tajam, menghujam.
“ Aku ingin agar mas juga menikmati saat-saat berdua seperti ini “ Katrin beranjak dari kursi, mematikan rokoknya dan duduk di pangkuanku. Kepalanya disandarkan didadaku. Kusibakkan rambutnya perlahan dan kukecup keningnya.
“ Aku juga berterimakasih padamu “ , kali ini kukecup bibir merahnya.
“ Kamu selalu bisa membuatku senang dan tahu bagaimana memperlakukan aku. Aku memang butuh refreshing. Dan perusahaan memberikan tunjangan khusus untuk itu . Aku berhak dan pantas diberikan itu semua, karena kuhasilkan berjuta-juta dollar untuk perusahaan. Aku layak diberikan first class service kemanapun dan dimanapun mengingat stress dan beban kerja yang kuhadapi sebelumnya. Stressku harus hilang untuk menghadapi pertarungan-pertarungan bisnis selanjutnya yang makin gila. Dan aku beruntung menemukan perempuan seperti kamu yang tahu cara memperlakukan aku “ Kukecup lagi bibir Katrin. Kali ini lebih lama. Kami berdua terdiam dan menikmatinya. Aku memang selalu menjadikan kamar tidur atau atau kamar hotel sebagai zona bebas sress dan tempat relaksasi. Aku bisa menangis disini, berdoa disini, bercinta disini, melepaskan basa-basi dan topeng-topeng yang biasa kita pakai di tempat umum, bahkan telanjang dan menari-nari. Apapun masalah yang timbul selama beraktivitas , kamar tidur atau kamar hotel selalu saja menjadi tempat kembali. Tiba-tiba hp ku berbunyi lagi. Katrin berdiri dan menyambar hp-ku, mematikan dan menuruhnya ke dalam safe deposit, menguncinya dengan kombinasi angka-angka yang aku tak tahu. Beberapa detik kemudian Katrin sudah memelukku lagi. Dan kali ini dia yang berinisiatif menciumku.
“ You’re a great kisser ! “ Katanya, sambil meneruskan menciumku lagi. Kuangkat tubuh Katrin yang paling banter hanya 45 kilo dan kuhempaskan di kasur.

***

“ Honey, sudah jam delapan nih ? “ kurasakan ada yang mengguncang-ngguncang tubuhku. Begitu melihat mataku sudah terbuka, katrin segera mencium keningku.
“ Sarapan sudah kupesan dan kutaruh diatas meja. Juga Hp-nya. Mas masih perlu aku ?. Kalau nggak, aku mau fitness. “
“ Terimakasih ya ! Kamu boleh pulang. Habis meeting sebentar, aku nanti mau langsung ke bandara. O..ya, nanti kutransfer uangnya di jalan. “
“ Nggak usah mas, kalau butuh saja nanti aku sms. Bye “ sekali lagi katrin mencium bibirku dan pergi. Dengan malas kusibakkan selimut, turun dari tempat tidur dan menuju meja. Kuhidupkan Hp dan kuketikkan **** sebagai password. Tanda Panggilan terabai dan pesan singkat muncul. Semuanya dari nomor istriku.
“ Mas kamu sedang apa sih ! suhu badan Daun panas banget nih ! “
“ MAS AKU SEDANG KE RUMAH SAKIT ! KENAPA HP-MU NGGAK AKTIF SIH !”
“ MAS AKU MENELPONMU BERKALI-KALI, KONDISI DAUN KRITIS MAS ! “
“ MAS DAUN MAS ! DAUN MAS ! DAUN MENINGGAL “


Hayat
Penikmat seni dan sayur asem.

Sunday, January 01, 2006

I can’t believe that God put us on the earth to be ordinary

I can’t believe that God put us on the earth to be ordinary – Lou Holtz

Di dinding kamar kost temanku, di bingkai tulisan – yang lebih kurang kalau di terjemahkan ke bahasa Indonesia – seperti ini : “Di Afrika, setiap pagi seekor rusa terbangun. Hanya ada satu dipikirannya : dia harus bisa berlari lebih cepat daripada singa yang paling cepat, kalau tidak dia akan jadi santapannya. Sementara seekor singa tiap hari terbangun, juga hanya ada satu dipikirannya : dia harus bisa berlari lebih cepat daripada rusa yang paling lamban, kalau tidak perutnya akan kelaparan. Apakah kita mau memilih jadi rusa atau singa tidaklah penting, yang jelas, begitu matahari terbit kita harus berlari lebih cepat daripada kemarin, kalau tidak kita celaka. This is the race of life”

Hidup adalah kompetisi dan untuk memenangkannya kita perlu semangat. Ya. Semangat akan membuat kita menjadi fokus dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa, di luar yang kita bayangkan. Aku juga percaya sama omongan Lou Holtz seperti prolog diatas. Kita tidak diciptakan didunia untuk jadi orang yang biasa-biasa saja. Kita adalah kumpulan manusia-manusia terbaik. Kita tercipta dari sebuah sperma terbaik yang sudah sukses mengalahkan jutaan sperma yang lain. Jadi kita jangan menyia-nyiakan potensi diri kita. Tetapkan target yang sesuai dengan hati kita. Pikir, tulis, atur strategi untuk mencapainya dan tentu saja harus konsisten menjalankan strategi yang sudah di buat. Kalau aku sendiri juga sudah menetapkan target yaitu aku harus jadi penulis yang terampil dan tulisanku berguna bagi orang lain. Kalau hal itu berhasil, maka itulah ukuran kesuksesanku. Mungkin, agak lambat tercapainya karena aku punya pekerjaan di kantor – untuk membiayai expense-expenseku tentu saja – tapi aku yakin dengan kerja keras aku bisa mencapainya. Aku harus bisa menghilangkan penyakit malas dan banyak alasan yang kadang-kadang menghinggapiku. Masalah umur. Dalam beberapa hal aku suka beralasan aku sudah tua. Tapi bukankah Kolonel Sanders memulai Kentucky Fried Chicken pada waktu dia berumur 65 tahun? Bukankah Ray Kroc membeli kios hamburger milik McDonald waktu berumur 54 tahun?. Keduanya terbukti sukses di usia sepuh dan gerainya tersebar di seluruh dunia. Aku kadang suka juga mengkambing hitamkan waktu. Aku sering beralasan bahwa aku sibuk dan nggak punya waktu. Lalu pertanyaannya, “apakah Nabi Muhammad, Bunda Teresa, Bill Gates dikasih waktu lebih dari 24 jam seharinya?. Jatah waktunya berbeda dengan orang biasa? ”. Tentu saja tidak. Kita harus akui bahwa kitalah yang kurang terampil mengelola waktu. Dan itu sangatlah berbahaya & merugikan kita seperti diingatkan di Surat Al Ashr. Dan yang paling naïf, aku juga sering beralasan bahwa aku bukan Professor atau Doktor. Oh. Lalu apakah Adri Subono, Lawrence Ellis-Oracle, Zainudin MZ, Rhoma Irama adalah Professor ?

Semangat kadang juga bisa dipicu oleh orang lain. Membayangkan ibuku tertawa mampu membuatku bersemangat dan tegar menghadapi kesulitan Senyum manis seseorang membuatku bisa mencipta satu lagu, meskipun aku masih amatir dalam memainkan gitar. Senyum Roro Jonggrang mampu membuat Bandung Bondowoso membuat seribu candi dalam satu malam. Taj Mahal yang indah juga tercipta karena semangat untuk membahagiakan orang yang dicintai. Hap ! Tahun 2006 baru saja dimulai. Mari kita bersemangat. Dan aku mengajak sahabat semua untuk bersemangat.


Hayat
Penikmat seni dan sayur asem.