Sunday, April 16, 2006

Nonton Pak Rendra baca puisi

Ternyata mengasyikkan juga lihat Pak Rendra baca puisi. That’s awesome !. Stamina beliau luar biasa. Di usia lebih dari 70 tahun, beliau masih bisa berjingkrak-jingkrak dan berteriak-teriak hampir dua jam lamanya. Mungkin karena sehat jiwanya. Penonton juga tidak dicurigai dan dibebani syarat macam-macam. Tidak harus melewati metal detector. Tidak harus tunduk dengan dress code. Pakai celana ¾ dan sandal juga welcome.

Segera kutinggalkan TIM begitu pertunjukan usai. Hujan sudah pergi beberapa jam yang lalu, tetapi masih menyisakan genangan air di sana-sini. Selokan-selokan dibawah trotoar yang mampet, tidak mampu menuntaskan perjalanan air ke tempat seharusnya. Satu episode hujan tak terselesaikan. Genangan air berpotensi menjadikan orang terperosok dan celaka.

Mungkin seperti itulah replika catatan perjalanan emosi kita. Hidup adalah himpunan pengalaman-pengalaman. Pengalaman adalah suatu peristiwa dan respon kita terhadapnya. Peristiwa yang tidak tertangani dengan baik atau tidak tuntas, adalah benih dari trauma, phobia, mimpi buruk dan kenangan-kenangan jahanam lainnya. Dia adalah bayangan-bayangan yg tinggal di bawah tanah benak kita. Dia tinggal di recycle bin kita yang sewaktu-waktu bisa muncul menyandera dan menguasai kesadaran. Yang bisa menuntun kita bertindak konyol dan merugikan orang lain atau khalayak.

Banyak jalan menuju koma. Banyak cara dalam merespon suatu peristiwa. Apalagi bereaksi terhadap suatu peristiwa jahanam, misalnya ditinggal orang yang kita sayangi, dikhianati, dilecehkan, tak dianggap and so forth. Ada yang tenggelam dalam bir, menimpukkan kekesalannya ke orang lain, jadi maniak coklat atau belanja berlebihan. Ada juga yang pura-pura tidak terjadi apa-apa dan menyembunyikan hatinya yg tercabik-cabik. Tapi yang umum dilakukan adalah mengunci kamar dan memenuhinya dengan amarah atau tangisan. Atau 1001 cara lainnya, yang bisanya tidak menuntaskan masalah.

Hidup seperti ber-arung jeram. Kadang tenang, dan seringkali menemui arus yang deras. Reaksi kita menghadapi jeram akan menentukan apakah kita akan lolos dengan teriakan kemenangan ataukah perahu kita akan terbalik dan terhempas ke batu kali yg hitam dan keras.

Demikian pula perjalanan bangsa kita yang masih meninggalkan masalah-masalah yang tidak tuntas. Visi pemimpin-pemimpin yg rabun, korupsi yg tetap menggurita, hukum yang banci, pendidikan yg dianak tirikan, dan lebih memilih bermental calo daripada berdikari.

Tiba-tiba Maskumambang Pak Rendra bergaung-gaung lagi

Cucu-cucuku ! / Negara terlanda gelombang jaman edan / Cita-cita terhempas waktu, lesu di pangku batu / Tetapi aku keras bertahan / mendekap akal sehat dan suara jiwa / biarpun tercampak ke selokan jalan

Bangsa kita kini seperti dadu / Terperangkap di dalam kaleng hutang, yang dikocok-kocok oleh bangsa adikuasa, tanpa kita berdaya melawannya / Semuanya terjadi atas nama pembangunan, yang mencontoh tatanan pembangunan di jaman penjajahan

***
Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com

Monday, April 10, 2006

Happy B'day Sir ! part 2

Happy birthday Sir – Part 2

abad demi abad menggerus ingatan
tetapi tidak mampu melenyapkan
karena teladan engkau ya kekasih Allah
adalah keabadian

satu demi satu pemimpin mati
seribu demi seribu pemimpin lahir menggantikan
tapi tidak ada yang sesederhana engkau
tapi tidak ada yang bisa mendekap janji seperti engkau
tapi tidak ada yang seadil engkau

sederhana ya sederhana, sesederhana itu
seperti yang engkau contohkan

bukan bersembunyi di balik kesederhanaan
bukan menjual kesederhanaan
atau, astagfirullahaladzim, memanfaatkan kesederhanaan
demi kepentingan tertentu

Banyak juga pemimpin yang cerdas.
mereka mudah meraih gelar profesor, doktor, dan insinyur
tapi aneh, mereka susah sekali meraih gelar al-amin
karena selalu mengkhianati rakyat banyak juga pemimpin yang adiltetapi ketika menyangkut keluarga, teman, partai, tekanan negara adi kuasakeadilan terjerembab dan menyerah kalah Ya Muhammad sang matahari !Allahumma sholli `alla sayyidina Muhammad wa alaa `ali sayiddina Muhammadberikanlah syafaatmu kepadaku kelak di akhirat nanti Ya Allah, yang selalu mendengar segala doa masukkanlah aku kedalam pengikut kekasih-Mujuga, tancapkanlah ke benak pemimpin kamikesadaran untuk mengikuti teladan kekasih-Mukarena beliau adalah sebaik-baiknya teladanbukan sekedar memperingati hari lahirnya di istana Jakarta, 12 Rabi’ul awal 1427 H
Mengenang kelahiran beliau

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com

Happy b'day Sir !

Selamat ulang tahun, Ya Nabi kekasih Allah
Aku belum tahu banyak tentang engkau,
Tetapi keteladanan yang engkau limpahkan
Sungguh membuat aku terkesan

Engkau rela tidur di depan pintu
Karena enggan mengganggu tidurnya Aisyah
Tidak jua pergi tidur di rumah siapa-siapa, karena menjaga perasaannya Karena malam itu adalah malam Aisyah

Di kali lain, engkau tegas menolak Kekayaan,jabatan,wanita-wanita cantik yang ditawarkan Pembesar kafir quraisy Bahkan dengan lantang engkau berkata " Seandainya matahari dan bulan diberikan ke padaku, aku tidak akan meninggalkan Allah SWT ! "

Engkau lembut dan sangat mencintai putrimu Fatimah
Tetapi engkau juga tak segan
Akan memotong tangannya apabila dia mencuri

Engkau berniaga dengan jujur
Engkau sangat menghormati tamu,
Engkau memperlakukan orang yang beragama lain dengan baik Bahkan melindunginya
Menyuapi pengemis buta yang membencimu
Menjenguk - orang yang melempari wajahmu dengan kotoran onta - kala si orang itu sakit. Tapi ketika urusan Aqidah Lakum dinukum waliadin !

Ah .
Rasanya aku amatlah hina dina dihadapanmu
Mengingat perbuatanku selama ini
Tapi aku mohon
Berilah aku syafaatmu di akhirat kelak
Mesti kadang aku lupa mengirimkan sholawat kepadamu

Ya Allah Yang Maha perkasa
Masukkanlah aku ke dalam salah satu pengikut Nabi besar Muhammad SAW Amin

22 April 2005, Mengenang kelahiran beliau

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com

Sunday, April 09, 2006

Pulang Kampung

Boeing 737 yg aku tumpangi bergegar di ombang-ambingkan awan sebelum akhirnya bisa mendarat mulus di Bandara Adisucipto. Sepanjang perjalanan Jakarta-Jogya, segerombolan awan bersatu padu, berestafet menyiksa burung besi yang mencoba menjajah daerah kekuasaannya. Sang awan – ibu dari segala air – mengajarkan bagaimana menghadapi keangkuhan. Menjaga kedaulatan. Meskipun kelihatan lembut dan nampak seperti kapas tak berdaya, tapi jangan coba-coba merampas kedaulatan dan menginjak-injak harga dirinya. Kepongahan akan diusir. Penindasan akan dilawan.

Sebelum pesawat mendarat, pikiranku sudah melayang-layang duluan dan sampai ke Cawaz – tempat kelahiranku. Membayangkan ibu. Wajah beliau yg berbinar-binar setiap kali menyambutku adalah pemandangan terindah di dunia. Restu dan senyum beliau selalu memudahkan aku menggempur kesulitan. Dari beberapa pertemuan, kulihat ibuku tidak banyak berubah. Masih rajin sholat malam. Selalu berusaha menyenangkan aku setiap ketemu dan selalu menanyakan mana calon istriku. Mungkin karena aku bungsu dari 5 bersaudara dan satu-satunya yang belum berkeluarga. Hanya ada yang nggak biasa akhir-akhir ini. Di usia 63 tahun 5 bulan, beliau nampak menikmati acara-acara tivi. Bahkan seringkali terpengaruh oleh iklan.

Sopir taksi segera menggeblaskan mobil meninggalkan bandara, dan melayap kearah Klaten. Awan di langit mengancam akan menjatuhkan hujan. Cumulonimbus – Ibu sang badai berwajah menara, show of force sekali-kali. Tak lupa aku mampir di super market membeli susu Anlene – yang bertanda untuk 51 tahun keatas - kesukaan ibuku.

Excess pulang kampung adalah wisata kuliner. Dimulai dari pecel wader di depan bandara tadi, sampai makan malam yg seru. Ada tahu kupat, ayam bakar, dendeng kepel, tempe bacem, dan nasi yang pulen. Eh, aku kok jadi inget temanku. Dia punya “hipotetis” bahwa jika suatu daerah menghasilkan beras yg enak, maka pastilah gadis dari daerah itu cantik-cantik, he..he..he, contohnya Delanggu, Cianjur, Bangkok, dll.

Perkembangan situasi kampung, siapa yg meninggal, siapa yang menikah, kegiatan ibu, dan beberapa breaking news yang diceritakan ibu melahap sisa dingin malam ini. Ibu juga memaparkan rencana penggunaan uang dari hasil mengontrakkan rumah ibu yang lain.

***

Menjelang dhuhur, setelah brunch dengan menu kampung yg lezat, aku duduk di bangku bambu di teras rumah. Aku bernyanyi dan memainkan gitar. Dua mangkok dhawet mangi menemaniku. Anggrek ungu, mawar kuning, mawar merah, mawar putih, sri rejeki, bunga pita, wijaya kusuma dan semua tanaman di halaman rumah-ku kurasakan ikut bernyanyi (sstt..selain mawar dan aggrek, aku baru tahu nama-nama tanaman itu dari ibuku pagi tadi he..he.he). Aku juga baru tahu dari ibu bedanya daun lidah buaya dan daun lidah mertua. Sayang bunga sakura kesayanganku belum berbunga.

Ibuku yg sudah selesai menyiram dan mengganti tanah ke pot duduk di sebelahku. Kami bernyanyi bersama. Lagu-lagu seperti Aryati, Flamboyan, Bunga seroja dan lagu-lagu jadul lainnya segera menggantikan lagu the reason-nya hoobastank, kenangan terindah-nya samson, atau leaving on the jet plane yang tadi aku nyanyikan. Eh, yang terakhir ini, lagu jadul juga ding!. Kami tertawa-tawa bersama.

Ibuku yang sekarang aktif di karawitan dan campur sari para pensiunan juga mendemontrasikan kepiawaianya nggerong. Ada Kopi Dhondhong, Puspo njolo, Petis manis, dan Ayak-ayakan pamungkas. Kalau tidak jadi backing vocal, ibuku biasanya memainkan slenthem. Bersama grup-nya dia pernah tampil di RRI. Mau tahu apa honornya? Makan bareng di restoran di suatu kolam pemancingan. Ya. Uang memang penting tapi bukanlah segala-galanya, kata ibuku. Yang penting enjoy.

Ketika Tour de House bersama ibu menjelajahi gudang, aku temukan bekas bungkus sabun, bungkus pasta gigi dari bermacam-macam merk dan bermacam-macam “sampah” lainnya. Aku tanya ibu mengapa tidak dibuang. Beliau menjawab : “ Biar kalau artis itu datang dan bertanya apakah ibu memakai produknya, ibu bisa tunjukkan bahwa ibu memakainya “.

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem.
www.presiden-hayat.blogspot.com