Monday, October 26, 2009

Amuse yourself dude!

Tergopoh-gopoh aku menuju check in counter. Alamak! Kampret! Antriannya panjuaan banget. Sepanjang jalan daan mogot. Abra cadabre, libur lebaran menyulap airport seperti pasar malam

Beruntung yang antri hanya di deretan kasta ekonomi. Sedangkan yang tercetak di tiket ku adalah kelas C alias business class, jadi ya lenggang-lenggang kangkung dimasak tumis, hassle free dan dilayani dengan manis.

Beruntung? Iya. Tetapi proses untuk bisa membeli tiket itu juga jangan dilewatkan. Jangan dilupakan. Butuh usaha dan pengorbanan yang extrem.

Aku harus menabung dan sekian lama harus bertapa; mengamalkan butir ke 7 dari sila ke 5 pancasila alias tidak boros. Rela berkorban, menahan hawa nafsu untuk tidak belanja yang mak nyus-pak nyus. Life less. Berakrobat agar pemotongan budget yang extrem tidak mempengaruhi hari-hari ceriaku.

Dan Alhamdulillah. Rumus : Keyakinan, Doa, keinginan dan usaha yang kuat berbanding lurus dengan keberhasilan masih valid sampai sekarang.

Aku adalah orang biasa yang sekali-kali ingin melakukan hal yang tidak biasa atau bahkan luar biasa (setidaknya untuk ukuranku). Bukan punguk atau seorang astronot tetapi aku juga sangat merindukan bulan.

Setelah diberi boarding pass dan mengisi immigration card, kuseret tas kabinku - yang berisi peralatan generik untuk travelling - menuju immigration counter. Juga diberi invitation card untuk masuk premium lounge. Disitu tertulis gratis untuk menggunakan fasilitas seperti golf putting, massage chair, internet, dan shower.

Meskipun tidak ada sayur asem atau lethok buatan mbak yayuk yang katanya bisa membuat orang yang sedang berdiet diam-diam melanggar janjinya, tetapi makanan di premium lounge ini tidaklah terlalu mendongkolkan. Sup & saladnya komplet. Juga soft drinknya.

Kalau kalian suka minuman yang masuk dalam daftar DBDJ (Dilihat Boleh, Dipegang - apalagi diminum – Jangan), beverages berbahan dasar ethanol (C2H6O) yang memabukkan itu terparkir rapi di bar. Tinggal tuang aja kalau mau mendem-mendem atau mau sekedar selingkuh dengan alkohol buat memacu euforia.

Waktu boarding pun mendapat perlakuan istimewa. Didahulukan dan masuk pesawat melalui gate khusus. Ada rasa bangga ketika kita dipersilahkan naik duluan, sekaligus rasa takut sifat sombongku akan tumbuh subur.

Apakah aku membeli tiket business class untuk mendefinisikan diriku? Apakah tidak berlebihan caraku memanjakan diri?

Kurasa tidak.
Ketika inspeksi ke kapal atau melaksanakan audit sebagai bagian dari pekerjaanku, kadangkala aku dihajar ombak dan angin tenggara yang kejam. Speed boatku pernah terapung-apung mati mesin di gelapnya malam. Tidak jarang bermandi ombak dan menelan debu batubara. Kapal kayu yang kutumpangi pernah terombang-ambing di laut lebih dari satu jam sebelum kapal pengganti tiba. Bahkan demi tugas, aku pernah 4 jam naik pesawat, transit hanya 40 menit kemudian langsung disambung lagi naik speed boat 3 jam, ditambah beda waktu 2 jam. Sedangkan kalian tahu, aku tidak punya background sebagai pelaut meskipun nenek moyangku seorang pelaut.

Jadi sekali-kali memanjakan diri boleh kan?

Kalau tidak salah ingat, airline yang aku tumpangi menjejalkan 35 (atau36?) kursi ke kabin business class dengan pola dan konfigurasi 2-2-2. Jadi hanya pakai 2 gelandang, eit … kok jadi lari ke sepak bola. Maksudku, kursi dan gangnya menjadi lebih sempit karena biasanya konfigurasi tempat duduk business class adalah 2-2 atau 2-1-2. (Lho sekarang kok jadi inget wiro sableng???). Pokoknya gitu deh. Tidak luas-luas banget, jadi jangan membayangkan ada meja pingpongnya segala ya?

Before take off - for welcome drink - I was offered a choice of orange juice or sparkling water. Aku memilih orange juice karena kukira gelas yang berisi air berwarna putih kekuningan dengan gelembung udara pating prenthul itu adalah sampanye. Eh prenthul opo prenthil ya?

Aku juga diberi daftar menu yang akan disajikan selama penerbangan. Nek ndelok gambare sih koyone ueenak tenan, tapi mengukur lidah ndesoku yang sudah terbiasa mengecap manis dan gurihnya rempah-rempah nusantara aku bisa menduga bahwa rasa makanannya nanti tidaklah seindah gambarnya. ( Kecuali chef dan kokinya diganti Mbok Mayar atau Yu Prapti )

Parahnya lagi, Sepertinya aku yang paling muda dan obrolan dengan penumpang disebelahku tidak jauh dari urusan pekerjaan. Uuh!. Membosankan.

Otakku malah memutar lagi episode malam pertama di Singapura.
“ Morning “ senyum manis abg bule menyambut pagi yang agak lembab. Rasanya aneh ya ketika pertama kali bangun tidur ada orang asing di dekat kita.

“ Morning “ balasku sambil ngringkel lagi di bawah selimut.

Sisa petualangan dan kenikmatan semalam masih meninggalkan rasa lelah dan rasanya aku masih ingin tidur lagi, sedangkan dia yang masih bercelana pendek meneruskan membaca.

(Eit… yang berpikiran ngeres dan membayangkan yang bukan-bukan sebaiknya segera pergi ke psikiater dan tanya apakah anda pedofilia atau bukan he..he..he).

Cerita diatas memang cerita malam pertamaku ketika jadi turis backpacker beberapa tahun silam. Kita, laki-laki dan perempuan memang satu kamar tetapi rame-rame dan lain bunk.

Rindu juga jadi turis backpacker lagi.

Setelah makan, segera aku adjust monitor dan kursiku untuk mendapatkan tingkat kenyamanan yang optimal menunggu landing. Kupasang head set dan memilih-memilih channel. Tetapi sebagian besar sudah kulihat dan yang lain tidak ada yang bagus.

Channel & hiburan terbaik yang aku punya ternyata adalah ketika bersamamu. Ya ketika bersamamu.

Iya benar, kamu sayang.

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem