Thursday, March 11, 2010

Bumi sekarat!

Bumi sekarat! Terkapar.
Dan kita yang telah menikamnya berulang-ulang.

Idiotnya, meski kita telah menyayat-nyayatnya, menaburi lukanya dengan garam sambil nyanyi genjer-genjer, kita nggak merasa telah membuatnya koma.

Entah berapa lagi bencana dibutuhkan untuk menyadarkan kita. Berapa juta lagi isyarat dan tanda harus diberikan untuk membuat kita mengerti. Berapa lagi azab yang harus ditimpakan agar kita insyaf. Berhenti menjadi penjahat lingkungan dan menyakiti bumi.

Penjahat Lingkungan? Apa salahku? Aku tidak melakukan apa-apa kok?

Ya Ampun. Please deh. Sudah melakukan perbuatan nista dan tercela, nggak merasa pula.

Kalau semua manusia begini, kita akan bernasib seperti katak yang ditaruh di baskom berisi air yang dipanaskan pelan-pelan. Meskipun tidak ditikam di foramen magnum-nya, si katak akan mati tragis ketika airnya mendidih.

Ya. Mati konyol karena tidak peka terhadap lingkungan dan masa bodoh terhadap bahaya yang mengancam.

Bahaya? Bahaya apa yang mengancam bumi?

Oh My God! Belum sadar juga?
Sudah stadium 4, bung!. Dan tidak hanya mengancam bumi, tapi juga ras manusia dan makhluk hidup lainya.

Salah satunya adalah pemanasan global. Temperatur bumi menjadi semakin panas. Udara pun kering beringsang.

Kali ini kita kesampingkan dulu Teori Samadov untuk menerangkan pemanasan global dan kita akan merujuk Madzab Fourier perihal Efek Rumah kaca.

Seperti kita ketahui, energi matahari yang sampai ke bumi, kurang lebih sepertiga atau seperempatnya akan dipantulkan lagi ke ruang angkasa melalui awan, partikel-partikel dan permukaan reflektif lainya. Sebagian besar lainya akan diserap oleh tanah, lautan dan tumbuh-tumbuhan.

Kita juga tahu, energi yang diserap bumi tersebut tidak selamanya tinggal dibumi, karena kalau demikian tentu bumi akan menjadi “ bola api yang panas sekali “. Tetapi energi tersebut akan dipantulkan lagi dalam bentuk sinar infra merah, yang sayangnya tidak langsung terus ke ruang angkasa, melainkan akan di cegat & ditahan oleh karbon dioksida (CO2) dan gas-gas rumah kaca lain yang ada di atmosfer sebelum dilepaskan dan dibalikkan lagi ke permukaan bumi.


Meningkatnya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas rumah kaca inilah yang membuat eskalasi gelombang panas yang terperangkap di atmosfir menjadi semakin meningkat tajam.

Panasnya temperatur bumi akan berbanding lurus dengan dengan banyaknya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas rumah kaca di atmosfir.

Dengan dmikian, pemanasan global akan sangat tergantung pada besarnya konsentrasi gas CO2 di atmosfir dan kemampuan bumi untuk menyerapnya.

Celakanya, produksi O2 seret. Bumi makin lama makin loyo. Terengah-engah tak berdaya untuk menyerap gas CO2 karena hutan dibantai dengan sadis, dibabat sembarangan, terumbu karang rusak, taman kota & pohon-pohon rindang dianggap tidak eksotis lagi dan lebih menyukai membiakkan beton-beton yang angkuh.

Bayangkan, tahun-tahun belakangan ini 2 juta hektar hutan nasional kita dibantai tiap tahun.
2 juta hektar bung!
Itu kira-kira 3.5 kali luas Pulau Bali.

Sialnya lagi, kita – si manusia bodoh – yang sudah tahu bahwa bumi sedang sakit masih saja tidak merasa bersalah menyemprotkan dan mencemari udara. Merusak atmosfir kita.

Setiap hari, berapa juta mobil & motor kentut CO2 mencemari udara kita? Berapa juta ton batubara dan minyak bumi kita keruk dan sedot gila-gilaan dalam setahun? Berapa banyak eksploitasi di bidang peternakan? Semuanya membuat gas-gas rumah kaca di atmosfir menjadi semakin tebal. Bumi serasa diberi sabuk insulator dan panas yang terperangkap akan semakin banyak. Temperatur bumi akan meningkat. Itulah fenomena pemanasan global bung!

Dampak selanjutnya? Sungguh menyeramkan! Iklim bisa kacau dan bisa berubah sangat ekstrim, ekosistem acak-acakan, permukaan air laut melonjak tajam dan bisa-bisa es di kutub utara dan selatan mencair.

Kalau es di kutub utara dan selatan mencair semua, kalau permukaan air laut meningkat ekstrim ?
Waduh, ya akan njir banjir tak iye. Klelep kabeh dik!

Game Over.
Bukan mustahil akan terjadi “kiamat” Tahun 2012 kalau kita tidak berbuat apa-apa.

Sayang waktu tak bisa menunggu. Matahari tidak pernah mau kompromi. Menanam pohon secara masif memang berguna. Tapi, yang paling efektif untuk mencegah pemanasan global ya pengendalian diri.

Betul. Sebagaimana inti daripada ajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) ya pengendalian diri itu faktor kuncinya.

Kita kendalikan penebangan hutan dan harus ada jeda tebang. Misalnya 20 tahun gitu.
Kita kendalikan exploitasi batubara, minyak bumi, peternakan dsb
Kita kendalikan pemakaian energi

Tapi aku khan bukan pemerintah yang punya kekuatan untuk itu? Aku khan hanya orang biasa?

Ini tentang hidup mati bumi dan penghuninya kawan!

Kalau kita nggak bersama-sama mencegahnya, kalau kita nggak berperilaku hijau kita semua akan binasa. Bumi will die faster my friend!

Gampang kok caranya, hal-hal kecil kalau di lakukan bersama-sama pasti pengaruhnya signifikan.

Setidaknya seminggu sekali tidak memakai mobil pribadi. Kalau orang diseluruh dunia yang punya mobil menyempatkan diri tidak memakai mobil 4 jam saja selama seminggu. Berapa juta ton emisi gas buang bisa dikurangi? Berapa juta liter bensin / solar bisa dihemat?
Share pemakaian mobil dengan kawan-kawan untuk pergi – pulang kantor. Kalau bisa sering-seringlah pakai mobil umum atau bus way daripada mobil pribadi.
Mengendalikan pemakaian kertas, karena kertas berasal dari pohon bukan?
Mematikan lampu dan AC di ruangan yang tidak digunakan.
Tidak meninggalkan televisi dalam keadaan hidup
Lebih sering berjalan kaki
Membawa kantong sendiri saat belanja
Banyak menanam pohon

Gampang kan? Tapi akan menjadi sangat susah kalau kita malas dan tidak mau peduli.

Bumi sudah koma. Tapi masih ada kesempatan untuk menyembuhkannya kalau kita berperilaku hijau bersama-sama.

Hayat
Penikmat seni dan sayur asem