Thursday, March 30, 2006

Jogging

Kata orang, di Indonesia hujan sering datang di bulan yang ada huruf R nya. R stands for rain – katanya. Meskipun ada premis seperti itu, bakda subuh pertengahan Maret ini cuaca cukup cerah. Disudut langit, hanya terlihat beberapa onggok awan. Sahabat langit yang sering berperilaku tidak bersahabat itu bermuram durja di timpa sepi. Bulanpun masih tegar di langit barat bersaing dengan pijar lampu-lampu neon yang canggih. Mengirimkan pesan kepada buruh-buruh di pabrik neon yang hanya di gaji standar UMR untuk selalu berjuang ditengah keterbatasan agar bisa survive. Gericau burung dari balik rimbunan pohon menyapa orang-orang yg sedang jogging. Memberi semangat agar meneruskan pola hidup sehat yang semakin diabaikan banyak orang. Mengingatkan kedisiplinan.

Dari sisi jalan aspal satunya. Kulihat tetanggaku yang sering mengajak aku jogging - tetapi maaf sering kutolak - melambaikan tangan sambil memanggilku. Aku mengacungkan jempol dan memberi isyarat agar meneruskan larinya. Dia nampak sedikit kaget melihatku, tetapi kemudian tersenyum dan melanjutkan lari paginya. Mungkin berpikir aku sudah “insyaf” dan mengikuti anjurannya.

Tetangga sekaligus temanku ini memang getol menghasutku untuk jogging. “Berlari adalah bagian integral dari olah raga dan olah raga adalah kunci menuju sehat “ katanya provokatif ; running is an ultimate way to get fit. You bisa lakukan kapan saja, dimana saja. It’s cheap and absolutely damn effective. It will improve your heart and lung. Membuat you sehat dan ramping. Perut buncit tinta enak dilihat bo! . Dia tertawa sambil menjelaskan tentang jogging dan running. Secara prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan antara keduanya. Jogging adalah istilah untuk berlari dengan langkah perlahan atau pelan-pelan. Jadi copet yang ketahuan dan dikejar massa tidak bisa dikategorikan jogging. Itu kabur namanya bung !

Terus terang, disatu sisi aku bisa memahami apa yang dikatakan, tapi disisi lain, it is emotionally abused he..he..he. Kurasakan ada penumpang gelap bersembunyi dalam perkataannya ketika bicara tentang mulianya jogging : yaitu mengejek orang-orang yang tidak langsing. Menjustifikasi bahwa orang yg over weight adalah nista dan hina dina. Menikam hati mereka dengan bayonet sambil bersorak-sorak nyanyi lagu genjer-genjer !

Kalau dia mengajakku jogging, biasanya aku tolak sambil berargumen bahwa aku belum cukup tidur. “ Pikiranku sudah jogging semalaman ketika belajar menulis, “ kataku. Atau dengan bergurau aku mengutip kata-kata Norman Cousins : “Laughter is inner jogging“. Dia hanya tersenyum saja. Meskipun tak terkatakan, kita sepakat untuk tidak sepakat dalam hal jogging.

Tujuanku ke tempat orang-orang jogging sebenarnya adalah untuk sarapan bubur ayam atau ketupat sayur. Dan tentu saja menikmati teh tawar hangat yg biasanya mereka sajikan. Cukup pegang gelasnya, arahkan dan rapatkan bibir gelas ke bibir kita. Lalu jungkirkan pelan-pelan dan seruput.. .sserrtttpp. wow! Bikin tenggorakan dan perut terasa nyaman sekali. Begadang memang membuat lapar. Dan orang yang lapar akan merasakan betapa nikmatnya bisa makan dan menghargai makanan.

Tetapi sayang, sinar matahari tidak pernah berbaik hati pada orang yang habis begadang. Dia selalu bisa memaksaku pulang, gosok gigi dan tidur. Tapi, ah!… aku mulai merasa bahwa aku memang mengabaikan olah raga selama ini. Aku sudah lama tidak pernah tennis, bowling, badminton ataupun ke gym lagi. Aku mulai berpikir, kayaknya asyik juga jogging sore-sore atau pagi-pagi dengan perempuan yang aku cintai.

***
Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com

Sunday, March 12, 2006

Hujan

Jakarta, suatu malam di bulan Pebruari
Pembicaraan yang hangat, aroma harum coffe latte dan wajah-wajah sumringah, menjebakku tak beranjak dari kedai kopi ini. Tapi kadang-kadang rasa nyaman justru memukul otakku sampai idiot. Juga menipiskan empati, altruis, dan kepedulian terhadap orang-orang yg miskin dan tak berdaya. Beberapa jam lagi hari Minggu menggantikan hari Sabtu. Aku bisa rasakan angin pebruari yang dingin mengamuk diluar dengan bengis. Menggedor-gedor dinding kaca. Menampar gedung-gedung. Menggoyang-goyangkan pohon angsana yang pucat terasing di hutan beton yang angkuh. Tiba-tiba senyum hujan menggodaku. Menawarkan kenangan manis saat aku masih bocah. Ketika hujan berjumpalitan memijat-mijat kepala dan tubuhku. Ketika kusambut hujan dengan hangat karena terjun bebas dari langit untuk memberi kehidupan. Aku pamit pada teman, rasa nyaman dan berjalan keluar untuk mencumbu hujanku. Tapi…wrrrgh ! angin dingin menghadangku saat keluar dari pintu. Bocah pengojek payung terhuyung-huyung dihantam angin. Giginya bergemerutuk dan tubuhnya menggigil menahan dingin. Damn ! terkutuklah negara yang membiarkan kemiskinan merampas masa bahagia anak-anak bangsa. Aku kekang rasa kangenku pada hujan dan berjalan bersama si bocah menuju ATM. Beberapa menit kemudian ganti haluan ke minimarket. Dia segera berlari memburu calon pelanggan lain ketika kuberikan ongkos. Aku ambil dua bungkus susu kotak dan sebungkus rokok. Gizi lengkap dalam susu sangat perlu untuk doping begadang, sementara rokok untuk menghalau kantuk. Setengah meter di depan mini market, ibu-ibu pengemis menahan langkahku. Aku melirik jam tanganku. Ha! hampir tengah malam begini masih “bekerja”! Apakah dia belum cukup uang untuk makan besok?. Dia memasukkan uang yang aku berikan ke dalam saku dan membiarkan recehan yang tak seberapa nilainya di plastik bekas aqua gelas. Aku tertegun dan tersihir untuk menghabiskan malam disini. Aku tengok kiri-kanan, ada sedikit tempat kosong di bangku sebelah kiriku. Aku duduk dan menawarkan rokok. Orang disampingku menggeleng dan mengucapkan terima kasih. Tak sampai lima menit, ada lagi nenek-nenek pengemis yang berdiri memelas di hadapanku. Dia juga memasukkan uang pemberianku ke balik kembennya dan membiarkan uang recehan tetap di gelas plastik. Seorang gadis muda turun dari mobil. Rambutnya di-highlight dan dandanannya “ siap tempur “ untuk ke pesta. Sambil chit-chat di hp, matanya tampak jelalatan mencari seseorang. Ketika melihat sedan hitam menepi dan parkir, bergegas dia mendekatinya. Seorang lelaki setengah baya keluar dari mobil itu dan berlari kecil menghindari hujan. Setelah sunpika-sunpiki, keduanya berjalan menuju ke arah diskotik. Beberapa detik kemudian, bocah dekil lewat didepanku menggandeng anak perempuan berumur kurang lebih dua tahun yang juga dekil. Masya Allah ! tengah malam begini ada anak umur dua tahun belum tidur! wow, bocah dan gadis kecil itu rupanya pengemis juga. Salah satu cewek yang nongkrong di warung mie, membelikan permen lollipop dan kembali ke tempat tongkrongannya. Penjual-penjual makanan nampak sibuk membuatkan pesanan pembeli. Pengamen yang itu-itu saja, dengan lagu yang itu-itu saja bergiliran mendatangi mereka yang sedang makan. Ada yang solo karir dan ada juga yang berempat lengkap dengan drum segala. Di depan wartel, sekelompok laki-laki kemayu berkumpul menghamburkan bahasa gaul. Hanya tiga meter di depanku, di tempat parkir, sepasang abg nampak asyik bercanda mesra. Yang lelaki ganteng, yang perempuan cantik. Keduanya memakai sepatu dan baju merk terkenal. Tak sungkan sesekali mereka berpelukan. Tapi, Alamak ! si gadis cantik duduk diatas motor menghadapku. Duduknya sembarangan. Aku berdiri dan berjalan ke ujung jalan, menghadang hujan. Menuntaskan runduku. Empat ibu-ibu pengemis jongkok merapat ke dinding toko yang sudah tutup. Mereka berbagi dua mangkok bubur ayam dan saling bertukar cerita. Kurang lebih lima belas menit kemudian mereka mengumpulkan uang receh di masing-masing gelas untuk membayar bubur. Di tengah tampias hujan yang segar, wajah dan kaos yang sedikit basah, tatapan aneh mata orang-orang, berkelebatan di benak Pasal 34 UUD 1945, Bunda Teresa, Khong-sim Kai-pang di cerita Kho Ping Hoo dan Nabi Muhammad SAW yang sedang menyuapi pengemis buta yang membencinya.


Hayat
Penikmat seni dan sayur asem
www.presiden-hayat.blogspot.com